Morfologi merupakan
ilmu yang memiliki keterkaitan dengan disiplin ilmu lain, yang masih berada
pada ruang lingkup kajian linguistik. Keterkaitan tersebut terlihat pada bagan
berikut
Morfologi dengan Leksikologi
Kata kosong
mempunyai berbagai makna dalam pemakaiannya, antara lain :
1) Tidak ada isinya;
misalnya: peti besinya telah kosong.
2) Hampa, berongga
(geronggang) di dalamnya; misalnya: tinggal butir-butir padi yang kosong.
3) Tidak ada yang
menempati; misalnya: rumah itu kosong.
4) Terluang; misalnya:
waktu kosong.
5) Tidak mengandung
sesuatu yang penting atau berharga; misalnya: perkataannya kosong.
(Poerwadarminta, 1985 : 524).
Selain itu,
ada pula kata-kata mengosongkan ‗menjadikan kosong‘, pengosongan ‘perbuatan
mengosongkan‘, kekosongan ‗keadaan kosong‘ atau ‗menderita sesuatu
karena kosong‘. Morfologi dan Leksikologi sama-sama mempelajari kata,
ari kata, akan tetapi si antara keduanya terdapat perbedaan. Leksikologi
mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang terkandung dalam kata atau
yang lazim disebut arti leksis atau makna leksikal, sedangkan morfologi
mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa gramatis yang biasa disebut arti
gramatis atau makna gramatikal. Sebagai contoh kita bandingkan kata kosong
dengan mengosongkan. Kedua kata itu masing-masing mepunyai arti leksis
atau makna leksikal. Kosong antara lain artinya ada lima butir seperti
yang tertera pada contoh di atas, sedangkan mengosongkan makna atau
artinya ‗menjadikan atau membuat jadi kosong‘. Mengenai arti leksis
kedua kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi
dibicarakan makna atau arti yang timbul akibat melekatnya imbuhan atau
afiks meN-kan.
Morfologi dengan Etimologi
Dalam
penyelidikan makna, morfologi berdekatan dengan leksikologi, sedangka dalam
penyelidikan bentuk, morfologi berdekatan dengan etimologi, yakni ilmu yang menyelidiki
seluk-beluk asal-usul kata secara khusus (Ramlan 1978 dalam Prawirasumantri, 1985
: 109).
Walau
morfologi dan etimologi mempelajari masalah yang sama yakni perubahan bentuk,
namun ada perbedaannya. Morfologi mempelajari perubahan kata yang disebabkan atau
yang terjadi akibat sistem bahasa secara umum. Sebagai contoh, dari kata pakai
terbentuk kata-kata baru pakaian, memakai, dipakai, terpakai, berpakaian.
Perubahanperubahan itu disebabkan oleh sistem bahasa yaitu sistem afiksasi atau
pembubuhan afiks. Gejala itulah yang dipelajari oleh morfologi. Namun
perhatikanlah contoh-contoh berikut: kenan di samping berkenan; ia
di samping dia, yang, dan –nya dan tuan di
samping tuhan. Perubahan-perubahan tersebut bukan bersifat umum atau
bukan akibat sistem bahasa Indonesia. Perubahan tersebut hanya terjadi untuk
kata-kata tersebut, tidak berlaku untuk kata-kata lain. Perubahan-perubahan itu
bukan dipelajari oleh morfologi atau ilmu asal-usul kata.
Morfologi dengan Sintaksis
Satu lagi cabang ilmu bahasa yang berdekatan dengan
morfologi yaitu sintaksis. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun ―dengan‖
dan tattien ―menempatkan‖. Dengan jelas, menempatkan bersama-sama
kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompokkelompok kata menjadi
kalimat (Verhaar, 1985 : 70).
Bidang sintaksis menyelidiki semua hubungan antarkata dan
antarkelompok kata dalam kalimat. Di lain pihak, morfologi mempelajari
seluk-beluk kata itu sendiri secara mandiri tanpa memperhatikan hubungannya
dalam kalimat. Tegasnya dapat dikatakan bahwa unsur yang paling kecil yang
dipelajari oleh morfologi ialah morfem dan yang paling besar ialah kata,
sedangkan sintaksis mempelajari unsur yang paling kecil ialah kata dan yang terbesar
kalimat (Prawirasumanttri, 1985 : 110).
Ramlan (1980 : 5) memberikan contoh untuk membedakan bidang
garapan morfologi dan sintaksis dalam kalimat, ―Ia mengadakan perjalanan.‖
Jika kita membicarakan ia sebagai bentuk tunggal, mengadakan dan perjalanan
sebagai bentuk kompleks, termasuk garapan bidang morfologi, tetapi jika
pembicaraan mengenai ia sebagai subjek, mengadakan sebagai predikat
dengan kata perjalanan sebagai objek termasuk garapan sintaksis.
Morfologi dengan Fonologi
Keterkaitan morfologi denan
fonologi yang diberi istilah morfofonemik. Secara koseptual, morfofonemik
merupakan kaidah Bloomfeield (1933) sebagaimana diintisarikan oleh Lass (2011
:70-72) mengemukakan bahwa secara terminology morfofonemik merujuk pada kaidah
– kaidah mutasi: a) satu bunyi dengan yang lainnya; b) proses perubahan bunyi
sebagai akibat bertemunya dua unsure bahasa pembentuk sebuah kata; c) adanya
hubungan khusus antara dua fonem atau lebih, karena hubungan itu sebagian
tergantung kepada, atau dapat diperkirakan. Chaer (2008:43) menjelaskan bahwa
morfofonemik adlah suatu kajian disejajarkan secara konseptual dengan
terminologi morfonologi atau morfofonologi.
Morfologi dan Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian yang mempersoalkan maksud dan
makna dibalik ujaran atau teks.
Contoh :
P1 : Bagaimana
mewujudkan ketahanan pangan nasional?
P2 : Perlu
ada langkah inovasi teknologi. Inovasi dilakukan dalam upaya meningkatkan produktivitas
pertanian dengan cara mengembalikan daya dukung lahan dan mengeliminasi
penggunaan sarana pertanian sintetis, seperti pupuk kimia dan pestisida kimia.
(Suswono, 2012 : 14).
Pertanyaan yang diberikan P1 kepada P2 menunjukan bahwa
ketahanan pangan nasional dari aspek teknologi belum memadai sehingga hasil
panen menurun.
Morfologi tidaj mempersoalkan maksud ujaran tetapu
mempersolakan pembentukan kata dan makna seperti : inovasi teknologi,
dilakukan, meningkatkan, produktivitas pertanian, mengembalikan, daya dukung
lahan, mengeliminasi, penggunaan, pertanian sintesis, pupuk kimia, pestisida
kimia.
Konstruksi Morfologis
Konstruksi
morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana,
1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem
tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan
yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan bentuk atau
satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit (Samsuri,
1982:195). Selanjutnya, Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi
sederhana menjadi dua macam yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan
tunggal bebas yang sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara
morfologis berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau
mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan
sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan
menjadi proklitik dan enklitik.
Konstruksi
rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi rumit
bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber- + juang pada
berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) +
afiks, seperti makan + -an pada makanan; antara pokok kata + akar, seperti
semangat + juang pada semangat juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak +
tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja
makan.
1. Derivasi
dan Infleksi
Derivasi adalah suatu proses perubahan kelas kata
denganpemindahan kelas kata. Perubaha kata kerja mendengar menjadi mendengarkan
atau melihat menjadi perlihatkan adala derivasi tanpa mengubah kelas kata.
Kata-kata itu masih berada dalam kelas kata kerja, tetapi
identitsa leksikalnya atau maknanya sudah berubah. Disamping itu ada juga derivasi
yang mengubah kelas pendengar menjadi pendengaran, melihat menjadi penglihatan
dan sebagainya.
Derivasi dapat dilihat dari berbagai jenis yaitu antara lain
sebagai berikut.
a) Derivasi Internal
Derivasi internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah
kelas katanya, namun identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat
mengalami infleksi seperti bentuk asalnya, misalnya:
membuat "
membuatkan
melihat "
memperlihatkan
melompat "
melompatkan, melompati
menyerah "
menyerahkan, menyerah
b) Derivasi Adverbal
Derivasi adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja
menjadi kelas-kelas kata lain yaitu kata benda, kata sifat, atau kata tugas
sebagai berikut:
1. Nomina Deverbal
Pemindahan kelas kata kerja ke kata benda dapat dilakukan
dengan mempergunakan morfem-morfem terikat. Proses ini sangat produktif dalam
bahasa Indonesia.
Contohnya:
Menyanyi "
penyanyi, nyanyian
Mendengar "
pendengar, pendengaran, kedengaran
Berjalan "
pejalan, perjalanan, jalanan
menjual "
penjual, jualan, penjualan
membaca "
pembaca, pembacaan, bacaan
2. Adjektif
deverbal
Dalam beberapa kasus dan beberapa kata kerja yang
sebenarnya merupakan derivasi dari kata sifat yang dapat ditransposisiskan lagi
ke dalam kata sifat. Dalam status kata sifat tersebut dapat diperluas dengan
unsur-unsur yang biasa dikenakan pada kata sifat.
Contohnya:
Ia menyenangkan kami dengan sebuah atraksi.
Setiap proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk
infleksi kalau di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk menggantikan
afiks infleksi lainnya. Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna
gramatikal di dalam paradigma infleksi . Ciri ciri yang demikian tidak terdapat
pada paradigma yang derivasi.
Derivasi ialah
konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya,
sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan
bentuk dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil
contoh kata menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat
pada kalimat-kalimat berikut.
1)
a. Anak itu menggunting kain.
b.
Anak itu gunting rambut. *)
2)
a. Makanan itu sudah basi.
b.
Makan itu sudah basi. *)
3)
a. Kami mendengar suara itu.
b.
Kami dengar suara itu.
4) a. Saya membaca buku itu.
b.
Saya baca buku itu.
Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya
dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa
Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan
konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat
3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh
derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi.
2. Endosentris
dan Eksosentris
Endosentris ialah konstruksi morfologis yang salah satu
atau semua unsurnya mempunyai distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut,
sedangkan konstruksi eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan
konstruksi tersebut (Samsuri, 181:200; Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris
dan eksosentris dalam tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan
dalam tatanan sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian endosentris dan
eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut !
1. a. Rumah sakit
itu baru dibangun.
b. Rumah itu baru dibangun.
2. a. Mereka
mengadakan jual beli.
b. Mereka mengadakan jual. *)
c. Mereka mengadakan beli. *)
Dengan mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita
dapat menyimpulkan bahwa konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama
dengan dengan salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi
jual beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki distribusi yang
sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan kalimat bahasa
Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu. Konstruksi rumah
sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan konstruksi jual beli merupakan
contoh eksosentris.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesi (Pendekatan
Proses). Jakarta: Rinika Cipta
Arifin, E, Zainal.
2011. Morfologi : Bentuk, Makna, dan
Fungsi. Jakarta: Gramedia.
Muslich, Mansur.
2011. Tata bentuk Bahasa Indonesia.
Jakarta : Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar