Kamis, 31 Januari 2019

Kaitan Morfologi dengan Ilmu Kebahasaan Lain Beserta Unsur Kata



Morfologi merupakan ilmu yang memiliki keterkaitan dengan disiplin ilmu lain, yang masih berada pada ruang lingkup kajian linguistik. Keterkaitan tersebut terlihat pada bagan berikut
  






Morfologi dengan Leksikologi
Kata kosong mempunyai berbagai makna dalam pemakaiannya, antara lain :
1) Tidak ada isinya; misalnya: peti besinya telah kosong.
2) Hampa, berongga (geronggang) di dalamnya; misalnya: tinggal butir-butir padi yang kosong.
3) Tidak ada yang menempati; misalnya: rumah itu kosong.
4) Terluang; misalnya: waktu kosong.
5) Tidak mengandung sesuatu yang penting atau berharga; misalnya: perkataannya kosong. (Poerwadarminta, 1985 : 524).
Selain itu, ada pula kata-kata mengosongkan ‗menjadikan kosong‘, pengosongan ‘perbuatan mengosongkan‘, kekosongan ‗keadaan kosong‘ atau ‗menderita sesuatu karena kosong‘. Morfologi dan Leksikologi sama-sama mempelajari kata, ari kata, akan tetapi si antara keduanya terdapat perbedaan. Leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang tetap yang terkandung dalam kata atau yang lazim disebut arti leksis atau makna leksikal, sedangkan morfologi mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa gramatis yang biasa disebut arti gramatis atau makna gramatikal. Sebagai contoh kita bandingkan kata kosong dengan mengosongkan. Kedua kata itu masing-masing mepunyai arti leksis atau makna leksikal. Kosong antara lain artinya ada lima butir seperti yang tertera pada contoh di atas, sedangkan mengosongkan makna atau artinya ‗menjadikan atau membuat jadi kosong‘. Mengenai arti leksis kedua kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan dalam morfologi dibicarakan makna atau arti yang timbul akibat melekatnya imbuhan atau afiks meN-kan.

Morfologi dengan Etimologi
Dalam penyelidikan makna, morfologi berdekatan dengan leksikologi, sedangka dalam penyelidikan bentuk, morfologi berdekatan dengan etimologi, yakni ilmu yang menyelidiki seluk-beluk asal-usul kata secara khusus (Ramlan 1978 dalam Prawirasumantri, 1985 : 109).
Walau morfologi dan etimologi mempelajari masalah yang sama yakni perubahan bentuk, namun ada perbedaannya. Morfologi mempelajari perubahan kata yang disebabkan atau yang terjadi akibat sistem bahasa secara umum. Sebagai contoh, dari kata pakai terbentuk kata-kata baru pakaian, memakai, dipakai, terpakai, berpakaian. Perubahanperubahan itu disebabkan oleh sistem bahasa yaitu sistem afiksasi atau pembubuhan afiks. Gejala itulah yang dipelajari oleh morfologi. Namun perhatikanlah contoh-contoh berikut: kenan di samping berkenan; ia di samping dia, yang, dan nya dan tuan di samping tuhan. Perubahan-perubahan tersebut bukan bersifat umum atau bukan akibat sistem bahasa Indonesia. Perubahan tersebut hanya terjadi untuk kata-kata tersebut, tidak berlaku untuk kata-kata lain. Perubahan-perubahan itu bukan dipelajari oleh morfologi atau ilmu asal-usul kata.

Morfologi dengan Sintaksis
Satu lagi cabang ilmu bahasa yang berdekatan dengan morfologi yaitu sintaksis. Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun ―dengan‖ dan tattien ―menempatkan‖. Dengan jelas, menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kelompokkelompok kata menjadi kalimat (Verhaar, 1985 : 70).
Bidang sintaksis menyelidiki semua hubungan antarkata dan antarkelompok kata dalam kalimat. Di lain pihak, morfologi mempelajari seluk-beluk kata itu sendiri secara mandiri tanpa memperhatikan hubungannya dalam kalimat. Tegasnya dapat dikatakan bahwa unsur yang paling kecil yang dipelajari oleh morfologi ialah morfem dan yang paling besar ialah kata, sedangkan sintaksis mempelajari unsur yang paling kecil ialah kata dan yang terbesar kalimat (Prawirasumanttri, 1985 : 110).
Ramlan (1980 : 5) memberikan contoh untuk membedakan bidang garapan morfologi dan sintaksis dalam kalimat, ―Ia mengadakan perjalanan.‖ Jika kita membicarakan ia sebagai bentuk tunggal, mengadakan dan perjalanan sebagai bentuk kompleks, termasuk garapan bidang morfologi, tetapi jika pembicaraan mengenai ia sebagai subjek, mengadakan sebagai predikat dengan kata perjalanan sebagai objek termasuk garapan sintaksis.

Morfologi dengan Fonologi
Keterkaitan morfologi denan fonologi yang diberi istilah morfofonemik. Secara koseptual, morfofonemik merupakan kaidah Bloomfeield (1933) sebagaimana diintisarikan oleh Lass (2011 :70-72) mengemukakan bahwa secara terminology morfofonemik merujuk pada kaidah – kaidah mutasi: a) satu bunyi dengan yang lainnya; b) proses perubahan bunyi sebagai akibat bertemunya dua unsure bahasa pembentuk sebuah kata; c) adanya hubungan khusus antara dua fonem atau lebih, karena hubungan itu sebagian tergantung kepada, atau dapat diperkirakan. Chaer (2008:43) menjelaskan bahwa morfofonemik adlah suatu kajian disejajarkan secara konseptual dengan terminologi morfonologi atau morfofonologi.



Morfologi dan Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian yang mempersoalkan maksud dan makna dibalik ujaran atau teks.
Contoh :
P1        : Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan nasional?
P2        : Perlu ada langkah inovasi teknologi. Inovasi dilakukan dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara mengembalikan daya dukung lahan dan mengeliminasi penggunaan sarana pertanian sintetis, seperti pupuk kimia dan pestisida kimia. (Suswono, 2012 : 14).
Pertanyaan yang diberikan P1 kepada P2 menunjukan bahwa ketahanan pangan nasional dari aspek teknologi belum memadai sehingga hasil panen menurun.
Morfologi tidaj mempersoalkan maksud ujaran tetapu mempersolakan pembentukan kata dan makna seperti : inovasi teknologi, dilakukan, meningkatkan, produktivitas pertanian, mengembalikan, daya dukung lahan, mengeliminasi, penggunaan, pertanian sintesis, pupuk kimia, pestisida kimia.

Konstruksi Morfologis
Konstruksi morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana, 1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebut konstruksi rumit (Samsuri, 1982:195). Selanjutnya, Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas yang sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan sering pula disebut kata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita bedakan menjadi proklitik dan enklitik.
Konstruksi rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, seperti ber- + juang pada berjuang; antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks, seperti makan + -an pada makanan; antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak tawa; dan antara akar + akar, seperti meja + makan pada meja makan.

1.       Derivasi dan Infleksi
Derivasi adalah suatu proses perubahan kelas kata denganpemindahan kelas kata. Perubaha kata kerja mendengar menjadi mendengarkan atau melihat menjadi perlihatkan adala derivasi tanpa mengubah kelas kata.
Kata-kata itu masih berada dalam kelas kata kerja, tetapi identitsa leksikalnya atau maknanya sudah berubah. Disamping itu ada juga derivasi yang mengubah kelas pendengar menjadi pendengaran, melihat menjadi penglihatan dan sebagainya.
Derivasi dapat dilihat dari berbagai jenis yaitu antara lain sebagai berikut.
a) Derivasi Internal
Derivasi internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah kelas katanya, namun identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat mengalami infleksi seperti bentuk asalnya, misalnya:
membuat " membuatkan
melihat " memperlihatkan
melompat " melompatkan, melompati
menyerah " menyerahkan, menyerah
b) Derivasi Adverbal
Derivasi adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja menjadi kelas-kelas kata lain yaitu kata benda, kata sifat, atau kata tugas sebagai berikut:
1. Nomina Deverbal
Pemindahan kelas kata kerja ke kata benda dapat dilakukan dengan mempergunakan morfem-morfem terikat. Proses ini sangat produktif dalam bahasa Indonesia.
Contohnya:
Menyanyi " penyanyi, nyanyian
Mendengar " pendengar, pendengaran, kedengaran
Berjalan " pejalan, perjalanan, jalanan
menjual " penjual, jualan, penjualan
membaca " pembaca, pembacaan, bacaan

2. Adjektif deverbal
Dalam beberapa kasus dan beberapa kata kerja yang sebenarnya merupakan derivasi dari kata sifat yang dapat ditransposisiskan lagi ke dalam kata sifat. Dalam status kata sifat tersebut dapat diperluas dengan unsur-unsur yang biasa dikenakan pada kata sifat.
Contohnya:
Ia menyenangkan kami dengan sebuah atraksi.
Setiap proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk infleksi kalau di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk menggantikan afiks infleksi lainnya. Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksi . Ciri ciri yang demikian tidak terdapat pada paradigma yang derivasi.

Derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya, sedangkan infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh kata menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut.
1)      a. Anak itu menggunting kain.
b. Anak itu gunting rambut. *)
2)      a. Makanan itu sudah basi.
b. Makan itu sudah basi. *)
3)      a. Kami mendengar suara itu.
         b. Kami dengar suara itu.
4)     a. Saya membaca buku itu.
        b. Saya baca buku itu.
Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi.

2.       Endosentris dan Eksosentris
Endosentris ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya mempunyai distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut (Samsuri, 181:200; Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan dalam tatanan sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian endosentris dan eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut !
1.    a. Rumah sakit itu baru dibangun.
b. Rumah itu baru dibangun.
2.    a. Mereka mengadakan jual beli.
b. Mereka mengadakan jual. *)
c. Mereka mengadakan beli. *)
Dengan mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan dengan salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada konstruksi jual beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak memilki distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan merupakan kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat seperti itu. Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris, sedangkan konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesi (Pendekatan Proses). Jakarta: Rinika Cipta
Arifin, E, Zainal. 2011. Morfologi : Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta: Gramedia.
Muslich, Mansur. 2011. Tata bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara



Tidak ada komentar:

Posting Komentar