Dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan, wajarlah bila selalu terdapat peristiwa perubahan, terutama
perubahan bentuk kata. Pada umumnya, perubahan bentuk kata itu disebabkan oleh
adanya perubahan beberapa kata asli karena pertumbuhan dalam bahasa itu
sendiri, atau karena memang adanya perubahan bentuk dari kata-kata pinjaman.
Perubahan-perubahan
bentuk kata apapun dalam suatu bahasa lazim disebut gejala bahasa. Apa
gejala bahasa itu? Badudu (1981:47) dalam bukunya Pelik-Pelik Bahasa Indonesia
menjelaskan bahwa gejala bahasa ialah :peristiwa yang menyangkut
bentukan-bentukan kata atau kalimat dengan segala macam proses
pembentukkannya:. Adapun macam-macam gejala bahasa dapat diuraikan sebagai
berikut.
A. ANALOGI
Analogi
merupakan salah satu cara pembentukan kata baru. Dalam suatu bahasa yang
disebut analogi adalah suatu bentukan bahasa dengan meniru contoh yang sudah
ada. Dalam suatu bahasa yang sedang tumbuh dan berkembang, pembentukan
kata-kata baru (analogi) sangat penting sebab bentukan kata baru dapat
memperkaya perbendaharaan bahasa.
Menyatakan laki-laki
|
Menyatakan perempuan
|
Saudara /a/
|
Saudari /i/
|
Pemuda /a/
|
Pemudi /i/
|
Siswa /a/
|
Siswa /i/
|
Mahasiswa /a/
|
Mahasiswi /i/
|
Kedua
bentuk kata itu terdapat perbedaan fonem, yaitu fonem /a/ dan /i/ pada akhir
kata. Fonem /a/ dan /i/ mempunyai fungsi menyatakan perbedaan jenis kelamin
laki-laki dan perempuan.
B. ADAPTASI
Adaptasi
ialah perubahan bunyi dan struktur bahasa asing menjadi bunyi dan struktur yang
sesuai dengan penerimaan pendengaran atau ucapan lidah bangsa pemakai bahasa
yang dimasukinya. Adaptasi atau penyesuaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
1.
Adaptasi fonologis adalah
penyesuaian perubahan bunyi bahasa asing menjadi bunyi yang sesuai dengan
ucapan lidah bangsa pemakai bahasa yang dimasukinya.adaptasi ini menekankan
pada lafal bunyi, misalnya:
Bahasa Asing atau Daerah
|
Bahasa yang Dimasukinya
|
Fadhuli (Arab)
|
Peduli
|
Vooloper (Belanda)
|
Pelopor
|
Chauffeur (Belanda)
|
Sopir
|
Trampil (Jawa)
|
Terampil
|
Kraton (Jawa)
|
Keraton
|
2.
Adaptasi Morfologis adalah
penyesuaian struktur bentuk kata. Perubahan struktur bentuk kata ini pasti
berpengaruh pada perubahan bunyi, misalnya.
Bahasa Asing
|
Bahasa yang Dimasukinya
|
Schildwacht (Belanda)
|
Sekilwak
|
Parameswari (Sanskerta)
|
Permaisuri
|
Prahara (Sanskerta)
|
Perkara
|
C.
KONTAMINASI
Dalam
bahasa Indonesia, kata kontaminasi sama
dengan kerancuan. Kata rancu berarti ‘campur aduk’, ‘kacau’.
Dalam bidang bahasa, kata rancu
(kerancuan) dipakai sebagai istilah yang berkaitan dengan pencampuradukan
dua unsur bahasa (imbuhan, kata, frase, atau kalimat) yang tidak wajar.
Perhatikan kata-kata sebagai berikut:
1.
Dinasionalisirkan
2.
Dipublisirkan
Pada
contoh di atas, dapat kita lihat kerancuan akhiran {-ir} (Belanda) dengan
akhiran {-kan}. Baik akhiran {-ir} maupun akhiran {-kan} berfungsi membentuk
kata kerja. Pada bentuk rancu dinasionalisirkan
dan dipublisirkan, terjadi dua kali
proses pembentukan kata kerja itu;pertama, dengan akhiran {-ir}, dan kedua
dengan akhiran {-kan}. Bentuk dinasionalisasikan
berasal dari tumpang tindih dua kata: dinasionalisir
dan dinasionalisasikan, kedua bentuk
terakhir ini sama artinya.
Bentuk
kata kerja di atas dalam pemakaian bahasa Indonesia bersaing dengan kata-kata dinasionalisasikan dan dipublikasikan, yang hanya terjadi satu
kali proses pembentukkannya, yaitu dari kata benda nasional dan kata benda publikasi.
Peristiwa seperti diatas disebut kontaminasi
bentukan kata.
D. HIPERKOREK
Gejala
hiperkorek merupakan proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu malah
menjadi salah. Gejala hiperkorek dapat kita perhatikan dalam uraian berikut.
a.
Fonem /s/ menjadi /sy/ ;
Sehat menjadi syehat;
Insaf menjadi insyaf;
Saraf menjadi syaraf;
b.
Fonem /h/ menjadi /kh/ :
Ahli menjadi akhli;
Hewan menjadi khewan;
Rahim menjadi rakhim;
c.
Fonem /p/ menjadi /f/ :
Pasal menjadi fasal;
Paham menjadi faham;
d.
Fonem /j/ menjadi /z/ :
Ijazah menjadi izazah;
Jenazah menjadi zenazah.
Gejala
hiperkorek ini juga melanda ragam bahasa pergaulan remaja, atau dalam ragam
bahasa lawak. Misalnya, kofi, mefet,
padahal semestinya kopi; misalnya
susu diucapkan syusyu (Jupriono, 1993).
E. VARIAN
Gejala
varian sering kita jumpai dalam ucapan pejabat pada Era Orde Baru. Vocal /a/
pada sufiks –kan menjadi /É™/. Misalnya:
Direncanakan menjadi direncanaken;
Digalakkan menjadi digalakken;
Diambilkan menjadi diambilken;
Membacakan menjadi membacaken;
Membanggakan menjadi membanggaken;
Berdasarkan menjadi berdasarken.
F.
ASIMILASI
Gejala
asimilasi berarti proses penyamaan atau penghampirsamaan bunyi yang tidak sama.
Misalnya:
Alsalam > assalam > asalam;
Inmoral > immoral > immoral
Mertua > mentua
G. DISIMILASI
Disimilasi
adalah proses berubahnya dua buah fonem yang sama menjadi tidak sama. Misalnya:
Vanantara (Sanskerta) > belantara;
Citta (Sanskerta) > cipta;
Sajjana (Sanskerta) > sarjana;
Rapport (Belanda) > lapor;
Lalita (Sanskerta) > jelita;
Lauk-lauk (Melayu) > lauk pauk.
H. ADISI
Gejala
adisi adalah perubahan yang terjadi dalam suatu tuturan yang ditandai oleh
penambahan fonem. Gejala adisi dapat dibedakan atas protesis, epentesis, dan paragog.
1.
Protesis ialah proses penambahan
fonem pada awal kata.
Lang > elang;
Mas > emas;
Stri > istri;
Smara > asmara.
2.
Epentesis ialah proses penambahan
fonem di tengah kata.
General > jenderal;
Gopala > gembala;
Racana > rencana;
Upama > umpama;
Kapak > kampak.
3.
Paragog ialah proses penambahan fonem
pada akhir kata.
Lamp > lampu;
Hulubala > hulubalang;
Ina > inang;
Adi > adik;
Boek (Belanda) > buku.
I.
REDUKSI
Gejala
reduksi adalah peristiwa pengurangan fonem dalam suatu kata. Gejala reduksi
dapat dibedakan atas aferesis, sinkop,
dan apokop.
1.
Aferesia ialah proses penghilangan
fonem pada awal kata.
Upawasa > puasa;
Uelociped > sepeda;
Telentang > tentang;
Tatapi > tetapi > tapi;
Anadhyaksa > jaksa.
2.
Sinkop ialah penghilangan fonem di
tengah-tengah kata.
Utpati > upeti;
Listuhayu > lituhayu;
Sahaya > saya;
Kelamarin > kemarin;
Bahasa > base.
3.
Apokop ialah proses penghilangan
fonem pada akhir kata.
Pelangit > pelangi;
Possesiva > posesif;
Import > impor;
Mpulaut > pulau.
J.
METATESIS
Metatesis
suatu pertukaran, adalah perubahan kata yang fonem-fonemnya bertukar tempatnya.
Contoh:
Rontal > lontar;
Beting > tebing;
Kelikir > kerikil;
Banteras > berantas;
Almari > lemari;
Apus > usap sapu;
Lebat > tebal.
K. DIFTONGISASI
Diftongisasi
adalah proses perubahan suatu monoftong jadi diftong. Contoh:
Sodara > saudara;
Suro > surau;
Pulo > pulau;
Pete > petai;
Sate > satae;
Gule > gulai;
bale > balai.
L.
MONOFTONGISASI
Monoftongisasi
adalah proses perubahan suatu diftong (gugus vocal) menjadi monoftong. Contoh:
Gurau > guro;
Bakau > bako;
Sungai > sunge;
Danau > dano;
Buai > bue;
Tunai > tune.
M. ANAPTIKSIS
Anaptiksis
adalah proses penambahan suatu bunyi dalam suatu kata guna melancarkan
ucapannya. Contoh:
Putra > putera;
Putri > puteri;
Slok > seloka;
Candra > candera;
Srigala > serigala.
N. HAPLOLOGI
Haplologi
adalah proses penghilangan suku kata yang ada di tengah-tengah kata. Contoh:
Sarnantara > sementara;
Budhidaya > budaya;
Mahardhika > merdeka.
O. KONTRAKSI
Kontraksi
adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih fonem yang
dihilangkan. Kadang-kadang, ada perubahan atau penggantian fonem. Contohnya:
Perlahan-lahan > pelan-pelan;
Bahagianda > baginda;
Tidak
ada > tiada;
Tapian
na uli > tapanuli
Badudu. 1981. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung : Pustaka Prima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar